Liputan6.com, Jakarta Perusahaan media sosial Twitter menerima gugatan baru dari karyawannya. Kali ini gugatan tersebut merupakan class action yang diajukan oleh Mark Schobinger atas namanya sendiri sekaligus mantan karyawan Twitter lainnya. Gugatan tersebut menuduh karyawan tidak dibayar atas bonus 2022 padahal para eksekutif sudah berjanji.
Dilansir dari South China Morning Post, Kamis (22/6/2023), diduga dalam dokumen pengadilan bahwa karyawan dijanjikan 50 persen dari bonus 2022 oleh para eksekutif, termasuk Ned Segal, mantan direktur keuangan perusahaan.
Schobinger, yang sebelumnya menjabat Direktur Kompensasi Senior Twitter mengklaim dalam gugatan bahwa jaminan ini dibuat sebelum dan sesudah Elon Musk mengakuisisi perusahaan tersebut pada Oktober lalu.
Advertisement
Namun, pada kuartal pertama 2023 ketika bonus akan dibagikan, Twitter menolak untuk membayarnya kepada karyawan yang tetap berada di perusahaan, demikian dugaan gugatan tersebut.
Schobinger, yang telah meninggalkan Twitter, mengatakan dia menolak panggilan dari perekrut dan perusahaan mengenai peluang kerja lain karena bonus yang dijanjikan.
Dalam sebuah pernyataan, seorang pengacara penggugat Shannon Liss-Riordan mengatakan bonus Twitter berjumlah "puluhan juta dolar”.
Sayangnya perwakilan Twitter tidak menanggapi terkait gugatan tersebut. Pengacara yang mewakili kasus tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar, yang dibuat di luar jam kerja normal.
Sementara itu, tuntutan hukum terhadap perusahaan media sosial telah menumpuk sejak pengambilalihan Musk. Kepemimpinan yang tidak menentu dari miliarder itu telah membuatnya berhenti membayar sewa untuk beberapa kantor dan memberhentikan ribuan karyawan.
Desember lalu, Musk juga mulai merilis ribuan dokumen internal sebagai bagian dari proyek File Twitter-nya. Namun, seorang mantan eksekutif mengatakan bahwa dia dan karyawan Twitter lainnya telah dilecehkan atas rilis file tersebut.